Saturday, October 29, 2011

Jadi Anggota Perlemen, Bukankah Termasuk Membuat Hukum Sendiri ?

 

 
 
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba?d.


Menyusun Undang-undang di DPR tidak sama dengan membuat hukum tandingan atas hukum yang Allah turunkan. Sebaliknya, duduknya para juru dakwah di parlemen adalah sebuah upaya untuk meresmikan hukum Allah agar bisa diakui oleh masyarakat sebagai hukum yang positif. Misi mereka adalah bagaimana menjadikan ayat-ayat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi resmi diakui sebagai undang-undang negara. Bila belum bisa semua secara sekaligus, tentu harus satu persatu.

Semua itu adalah sunnatullah dan ciri khas dakwah para nabi dan Rasul, serta contoh nyata perjuangan para salafush-shalih. Mereka tidak pernah meninggalkan perjuangan untuk menerapkan syariat Islam hanya karena umatnya belum mau menerima langsung sepenuhnya.

Hal ini mengingat bahwa negara ini secara resmi tidak mengakui hukum Islam secara total, kecuali hanya beberapa bagian kecil saja. Kalau kita masih mengakui eksistensi negara ini, maka kewajiban kita adalah memperjuangkan secara resmi dan penuh dengan legitimasi agar lebih banyak lagi hukum Islam yang bisa diakui dan berlaku di negara ini.

Namun sebaliknya, bila kita beranggapan tidak boleh memperjuangkan tegaknya hukum Islam di dalam konstitusi negara, konsekuensinya kita pun tidak boleh mengakui keberadaan negara ini. Sebuah sikap yang tidak konsekuen dengan realita yang ada. Sebab Rasulullah SAW pun bisa melihat realitas bahwa di sekelilingnya ada banyak negara besar yang tidak menjalankan hukum Allah. Bahkan secara resmi Rasulullah SAW berkirim surat kepada para penguasa dunia lengkap dengan stempel resmi kenabian. Artinya, beliau SAW mengakui keberadaan negara-negara kafir itu.

Sementara, negara kita sebenarnya tidak 100% kafir, sebab mayoritas penduduknya muslim dan para pemegang tampuk kekuasaannya pun orang-orang Islam. Bahkan tidak semua hukum Islam ditolak, meski yang tertampung di dalam hukum positif negeri ini terlalu sedikit. Namun semua itu terjadi bukan tanpa perjuangan sebelumnya.

Bukankah sebelum dijajah oleh barat, negeri ini adalah negeri Islam yang menjalankan syariah Islam ? Bukankah negeri ini merdeka -setelah izin Allah- atas jasa para mujahidin yang mengorbankan nyawa demi tegaknya hukum Islam ? Bukankah ketika negara ini berdiri, masih ada kekuatan Islam yang berupaya menjadikan hukum Islam tegak berdiri secara resmi di negeri ini ? Bukankah umat Islam selama kemerdekaan tetap terus berupaya merebut hak mereka untuk menegakkan hukum Islam di negeri ini ?

Lalu mengapa kita menafikan semua perjuangan dan jasa pendahulu kita dalam menegakkan hukum Islam ? Bukankah kesempatan untuk menegakkan hukum Islam sekarang ini terbuka lebar ? Dan sederhananya, asalkan didukung oleh mayoritas anggota dewan, maka tidak ada aral lagi untuk meresmikan penerapan syariat Islam. Bukankah mayoritas anggota legislatif adalah umat Islam juga ?.

Lalu mengapa setelah semua kesempatan untuk menancapkan hukum Islam terbuka, masih adanya saja pihak-pihak yang tidak setuju memperjuangkan dakwah lewat parlemen ? Apakah hukum Islam bisa tegak kalau kita hanya berkutat pada aktifitas berpidato, ceramah, khutbah dan cetak buku ? Apakah hukum Islam bisa tegak hanya dengan mengeluarkan fatwa halal dan haram atau bid`ah dan sunnah ? Apakah memperjuangkan tegaknya syariat Islam tidak termasuk menghidupkan sunnah nabi SAW ?

Kalau pun kita belum mampu berjuang menegakkan Islam lewat kesempatan berdakwah di parlemen, minimal kita tidak boleh menghalangi niat orang lain yang sudah punya kesempatan. Sebaliknya, kita justru harus mendoakan perjuangan mereka agar berhasil berdiplomasi untuk semakin banyak mengegolkan syariat Islam di negeri ini.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh

No comments:

Post a Comment