Assalamu `alaikum Wr. Wb. Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d.
Masalah keadilan kepada wanita tidaklah diukur dari posisi dalam beribadah, apakah di depan atau di belakang. Karena masalah tingkat penghormatan dengan meletakkan orang di depan atau di belakang kembali kepada ‘urf atau kebiasaan yang berlaku di suatu tempat. Misalnya sebagai perbandingan, umumnya para pejabat bila naik mobil akan merasa lebih terhortmat kalau duduk di kursi belakang, tidak di depan di samping sopir. Karena yang duduk di samping sopir itu ajudan tau pengawal. Tapi ini hanya berlaku di beberapa negara seperti di Indonesia. Sedang kalau Anda perhatikan, para pejabat semacam di Saudi Arabia, mereka akan merasa terhina kalau duduk di belakang sopir. Jadi para raja dan pangeran arab itu bila naik mobil akan duduk di depan di samping sopir. Ini jauh lebih terhormat dalam pandangan mereka.
Di negeri kita, tidak selamanya tempat yang terhormat itu di belakang. Kami sendiri sering memperhatikan masalah ini kalau sedang dijemput untuk berceramah di suatu tempat. Oleh panitia penjemputan, kami biasanya ditawarkan untuk duduk di depan di samping pengemudi. Rupanya para panitia penjemput itu memandang bahwa bentuk penghormatan kepada ustaz adalah memberi tempat di depan di samping sopir. Jadi sebenarnya mana sih tempat yang paling terhormat, depan atau belakang? Sebagai bahan perbandingan kedua, mari kita renungkan istilah kata depan dan belakang. Memang yang namanya ‘belakang’ itu sering dikonotasikan sebagai tempat yang kurang terhormat. Bahkan dalam gaya bahasa Indonesia, bila orang mau masuk ke kamar mandi atau WC, sering digunakan istilah ”Saya mau ke belakang.” Entah apakah karena umumnya WC di negeri ini adanya di belakang atau bagaimana. Yang jelas, bila kita masuk hotel bintang lima, posisi kamar mandi justru adanya di pintu masuk kamar. Jadi begitu kita membuka pintu kamar hotel, di sebelah kanan atau kiri kita adalah kamar mandi. Dalam kondisi seperti itu, masih tepatkah kita sebut kamar mandi itu dengan istilah ‘belakang’? Dan kamar mandi hotel bintang lima itu jauh dari kesan bau, kotor atau jorok. Karena kamar mandinya jauh lebih mengkilat dan lebih harum dari ruang tamu kebanyakan rumah kita.
Perbandingan ketiga, tidak selamanya orang yang ada di belakang itu adalah orang yang tidak penting atau tidak punya nilai. Karena kita sering mendengar istilah ‘orang di belakang layar’. Biasanya mereka yang disebut dengan panggilan itu adalah justru orang penting dan sangat menentukan dalam sebuah kegiatan atau organisasi. Mereka ada di belakang tapi kedudukan mereka lebih tinggi. Perbandingan keempat, umumnya bangsa kita ini tidak menjadikan kursi atau tempat duduk terdepan sebagai tempat favorit. Lihatlah bangku kuliah, biasanya yang terisi lebih dahulu bukan yang paling depan. Begitu juga lihatlah kursi-kursi yang disusun untuk acara pesta atau walimahan, juga umumnya orang tidak segera duduk di kursi paling depan. Atau lebih ektrim lagi, di dalam bioskop sekalipun, orang tidak akan mengisi kursi paling depan terlebih dahulu. Hanya mereka yang datang terlambat dan ketinggalan cerita saja yang mendapat jatah duduk di depan layar sambil mendongak.
Kembali kepada masalah shalat, urusan apakah Allah SWT ingin meletakkan seseorang di depan atau belakang, sama sekali tidak ada urusannya dengan penghormatan apalagi masalah keadilan. Karena depan atau belakang ini sifatnya nisbi. Tegantung kondisi dan situsai. Dan dalam hal ini, sebagai Tuhan yang disembah, Allah SWT menentukan bahwa posisi yang paling baik buat laki-laki adalah shaf terdepan dan posisi yang paling baik buat wanita adalah shaf paling belakang. Dan janganlah ketentuan ini diukur dengan selera masing-masing lalu hasil penilaian yang subjektif dan tidak jelas parameternya itu digunakan untuk menghujat Islam. Ini namanya amburadul alias salah kaprah. Apa urusannya mereka bilang Islam tidak adil kepada wanita hanya karena urusan shaf wanita adanya di belakang? Justru yang tidak adil kepada wanita adalah sistem dan paham yang menjadikan wanita sebagai komoditas dengan menjual daya tarik tubuh wanita sebagai alat promosi. Atau menggunakan tenaga wanita untuk mengisi pabrik dengan upah rendah dan memasuki dunia karir dengan berdesakan dengan laki-laki. Atau menjadikan wanita sebagai sasaran iklan dan produk konsumerisme dengan memanfaatkan kecenderungan para wanita untuk berbelanja. Tidak menghargai wanita adalah ketika sistem di negeri kita membiarkan para wanita karir berdesakan di dalam bus dan kereta bercampur baur dengan laki-laki dan membiarkan mereka menjadi sasaran pelecehan seksual. Tidak adil kepada wanita adalah menampilkan lekuk tubuh wanita dan ekploitasi goyang erotis mereka dengan mengatasnamakan seni dan kebudayaan.
Kediakadilan kepada wanita adalah membiarkan masyarakat tercebur ke dalam seks bebas, hidup bersama tanpa nikah, memproduksi film porno atau membuat sinetron yang isinya penuh dengan selingkuh dan pelecehan wanita. Atau menjadikan wanita sebagai penari latar sebuah lagu yang antara musik dan tariannya tidak singkron. Dan yang tidak menghargai wanita adalah angka statistik aborsi atau pengguguran kandungan yang jumlahnya fantastik.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh
No comments:
Post a Comment