Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,
Kami pun turut prihatin dengan sikap dan metode amar makruf nahi mungkar yang demikian. Lepas dari siapa yang melakukannya dan siapa yang didiskreditkan. Meski barangkali tujuannya mulia, namun bila dilakukan dengan cara yang kurang mulia, tentu kurang selaras dengan niatnya.
Kalau lah memang asumsi kesalahan yang ada pada diri seseorang itu sangat kuat, bukankah sebaiknya yang bersangkutan diajak bicara dengan baik-baik. Seperti yang anda sebutkan, tidak bisakah mereka duduk satu meja dan mendiskusikan hal-hal itu secara internal. Bukan diangkat ke muka publik yang sulit terhindar dari fitnah dan ghibah.
Kami yakin, bila seorang muslim diingatkan dengan cara yang hikmah dan mauizhah hasanah, tentu tidak akan keras kepala. Bahkan sebaliknya, pastilah dia akan berterima kasih dan bersyukur. Tetapi manakala koreksi dan peringatan dilakukan dengan cara yang kurang manusiawi, apalagi sampai mencaci maki, mencela, memojokkan di muka umum, bahkan ada kesan yang kurang baik dari tujuannya, tentu amat kita sayangkan.
Secara umum, kita bisa merasakan betapa indahnya bila sikap saling menasehati itu dilakukan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu dengan sikap ramah, sopan, tidak menggurui, tidak merasa benar sendiri dan tidak juga memvonis bahwa dirinya paling benar sendiri.
Bahkan dari sekian akhlaq Rasulullah SAW yang utama adalah beliau tidak mau menyebutkan nama seseorang di depan umum terkait dengan kesalahan yang dilakukannya. Beliau hanya berkata,"Maa Baalu Qaumin Yaf? aluna Kaza?". Sehingga yang diingatkan tidak merasa dibeberkan aibnya. Masing-masing orang akan berusaha mengoreksi diri sendiri, bukan sibuk mancari-cari kesalahan orang lain.
Lagi pula, kalau apa yang dituduhkan itu tidak benar, maka yang terjadi akan sebuah fitnah dan ghibah, bukan ? Padahal ghibah itu ibarat memakan daging saudara sendiri yang kita pasti merasa jijik. Allah SWT telah mengingatkan hal itu :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka , karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat : 12)
Di sisi lain, mereka yang sering mengumbar kekurangan orang lain itu sebenarnya tidak pernah mendapat jaminan kemaksuman dari Allah, bukan ? Karena hanya Rasulullah SAW saja yang maksum. Sedangkan kita ini tentu tidak pernah luput dari dosa dan kesalahan. Jadi bagaimana mungkin kita yang sering salah dan dosa ini kerjanya hanya mencari-cari kesalahan orang lain ? Mengapa kita tidak sibuk mencari kesalahan diri sendiri ? Bukankah itu yang utama dan itulah yang sesuai dengan manhaj salaf ?
Semoga Allah SWT melindungi kita dari sifat-sifa yang kurang terpuji, Amien.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh
No comments:
Post a Comment